07/04/2024
Wabah Ketimpangan Ekonomi Indonesia
Pada 2023, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang tidak bisa dibilang jelek. Tumbuh 5% di tengah kondisi global yang memprihatinkan nampak seperti prestasi. Meski, sebenarnya ada harga tersembunyi yang harus dibayar: ketimpangan.
Dalam dua dekade terakhir, jurang si kaya dan si miskin di Indonesia melebar paling cepat se-ASEAN. Data dari oxfam menunjukkan 4 orang terkaya di Indonesia, setara dengan 100 juta orang termiskin.
Kalau lihat pemaparan dari Teguh Dartanto, Dekan FEB UI, angkanya tidak kalah mengejutkan.
() Golongan 0,02%
Kalau di level ekonomi global ada golongan 1%, yaitu 1% orang menguasai 99% ekonomi dunia, maka di level nasional, ada golongan 0,02%. Ini lebih parah karena artinya, ketimpangannya lebih “elit” lagi.
Ada 53.920 orang yang rata-rata memiliki hampir 100 miliar rupiah tiap orang. Itu pun hanya uang yang disimpan di bank. Belum aset lainnya.
0,02% orang inilah yang menguasai hampir separuh uang yang ada di bank. Njomplang sekali! Data di atas pun dihitung berdasar dari pendapatan. Bukan dari pengeluaran seperti indeks gini ratio umumnya. Artinya, lebih valid!
Data berikutnya menarik untuk disimak. Kekayaan 50 orang paling tajir di Indonesia, bisa setara aktivitas ekonomi orang-orang biasa selama setahun! PDB kita itu 19-20 ribu triliun. Dua ribu triliunnya datang dari 50 orang saja. Lima puluh orang!
Lima puluh orang itu kalo buat jamaah di masjid, masjidnya ga penuh. Lima puluh orang itu kalo di saya, cuma setara dengan kump**an RT. Kebayang ya?
() 50 Orang Terkaya Setara 14% PDB
Ada 50 orang lagi bapak-bapak ngumpul habis Isya di rumah Pak RT. Tapi, bedanya, 50 orang ini adalah top 0,02%-nya Indonesia. Bapak-bapak RT saya cuma ngomongin pavingisasi jalan, pasang umbul-umbul agustusan, kas RT. Pengaruhnya pun cuma 1 RT.
Tapi, kalau 50 orang terkaya ini? Impactnya bisa nasional, Bos! Nasib 270 juta Indonesia “dipegang” 50 orang ini. Bayangin kalau 3 orang top ini request ke Pak RT untuk narik jimpitan, maka satu Indonesia, eh satu kampung jimpitan semua.
Atau kalau Bapack-bapack 0,02% ini ada yang mau jualan motor listrik, maka dia bisa minta Pak RT untuk menghimbau warganya beli motor listrik.
Karena itu, kita butuh PEMERATAAN. Namun, pemerataan bukan berarti kita menjadi negara sosialis yang sama rasa sama rata. Bukan p**a seperti kapitalis yang memanjakan si kaya dan membiarkan si miskin tertelan seleksi alam.
Di Islam, telah disediakan gunting pemotong ketimpangan itu. Namanya Zakat. Zakat adalah mekanisme transfer of wealth yang fair. Zakat bisa menguatkan yang lemah, tanpa melemahkan yang kuat. Bisa menyuburkan yang gersang, tanpa membonsai yang rimbun.
Tanpa zakat, maka ekonomi dunia keadaannya ya seperti sekarang ini. Tumbuh sih tumbuh. Cuma yang tumbuh ya itu-itu aja.
() Golongan 1%
Studi terbaru menunjukkan delapan orang terkaya memiliki kekayaan setara miliaran orang termiskin sedunia. Mereka yang berada di 1% puncak piramida ekonomi memiliki kekayaan setara 50% orang miskin di piramida bawah.
Ini terjadi karena sistem ekonomi kita lebih mengkayakan mereka yang berada di puncak piramida. Contoh sederhananya begini.
Bagaimana bila orang miskin pergi ke bank untuk mencari modal usaha? Mereka akan ditanyai jaminan. Diseleksi ketat. Bagaimana dengan orang kaya?
Justru orang bank yang datang pada mereka. Kalau perlu, kepala cabang akan menemaninya main golf dan ngopi-ngopi. Justru orang bank yang akan menawari mereka pinjaman.
Setelah dapat pinjaman pun, masalah belum selesai. Cek kemampuan dagangnya. Orang kaya dengan pengalaman, koneksi, aset, lebih mungkin berhasil mengembalikan pinjaman itu. Kalau mereka rugi pun, mereka masih punya banyak aset untuk recovery. Hari ini rugi 100 juta, besok sudah bisa dagang lagi. Sedangkan si miskin?
Apa yang bisa mereka jaminkan untuk aset? Mentok hanya kendaraan. Cair hanya 10 juta. Dengan minimnya akses ke pendidikan, minimnya support system, membuat bisnis mikro kecil yang mereka jalankan, jauh lebih besar kemungkinan untuk gagal.
Saat mereka gagal dan modal itu hangus, mereka butuh berbulan-bulan untuk recovery. Itu juga kalau bisa recovery, hehe.
Kalau malah motornya disita hingga ia kesulitan bekerja dan berdagang? Kalau malah terjerat hutang-hutang lainnya? Kalau terusir dari rumah petak yang telat ia bayar kontraknya? Kalau malah terdesak untuk berbuat kriminal? Kalau malah diblacklist perbankan dan perusahaan sehingga dia tak bisa lagi dapat kerja dan pinjaman?
() "Mereka" Pun Menyadari..
Sepuluh tahun lalu World Economic Forum sudah mengidentifikasi bahwa melonjaknya ketimpangan ekonomi adalah ancaman besar bagi stabilitas sosial.
Bank Dunia sudah deklarasi untuk memungkasi kemungkinan dengan pemerataan kemakmuran. Presiden Obama dalam pidato perpisahannya di hadapan forum PBB telah mengatakan: “Dunia di mana 1% golongan elit mengendalikan kekayaan 99% kelompok takkan pernah stabil.”
Ringkasnya: Mereka pun sudah sadar bahwa ketimpangan ekonomi adalah masalah besar. Tapi, apa yang terjadi kemudian?
1) Sejak 2015, elit top 1% punya harta lebih dari 50% pop**asi manusia digabungkan.
2) Dalam 10 tahun ke depan, 500 orang terkaya akan mewariskan triliunan dolar amerika ke sejumlah pewaris mereka -- jumlah warisan segelintir orang ini bisa mengalahkan GDP India, sebuah negara dengan penduduk 1.4 miliar.
3) Dari tahun 1988 hingga 2011, pendapatan 10% orang termiskin hanya naik 30-50 ribu rupiah per tahun. Sedangkan golongan 1% bisa naik 182 kali lebih banyak.
4) Pakar ekonomi Thomas Piketty bahwa di AS sendiri, selama 30 tahun terakhir, pendapatan 50% masyarakat termiskin tidak naik sedangkan top 1% tumbuh 300%.
5) Di Vietnam, penghasilan 1 hari orang terkaya setara penghasilan orang termiskin yang bekerja selama 10 tahun.
Presiden negara yang mengaku super power, lembaga-lembaga dunia, pun tak sanggup mengatasi ketimpangan ini. Lalu, apa yang bisa kita lakukan?
Yak, betul sekali.
Anda sudah tahu jawabannya kan?