16/06/2022
βοΈ PERMASALAHAN PENGEMBANGAN KOPERASI SEBAGAI BADAN USAHA
Https://fb.me/NusantaraUtama
Oleh : Ibnoe Soedjono
Kepada saya selalu diajukan pertanyaan dari dua jurusan, tetapi arahnya sama, mengapa sebagai badan usaha Koperasi pada waktu itu belum berkembang. Pertanyaan yang satu datang dari Gerakan Koperasi sendiri yang mengalami banyak kesulitan dalam mengembangkan usaha Koperasi dan pertanyaan yang lain datang dari fihak umum yang menilai bahwa koperasi sebagai badan usaha sekarang ini belum juga berhasil.
Kalau diulas lebih lanjut maka dalam pertanyaan-pertanyaan tersebut terdapat perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaannya p**a. Karena kondisi dan sifatnya, pertanyaan dari Koperasi lebih jelas jurusannya sedangkan dari umum biasanya arahnya berbeda-beda tergantung dari i'tikadnya. Yang "beritikad baik" mencoba mencari jawaban bagaimana cara memajukan Koperasi, sebaliknya bagi yang "beritikad kurang baik" mencoba membuktikan dan mencari bukti bahwa Koperasi sebagai bentuk usaha memang kurang viable.
Tulisan ini dimaksudkan untuk mengungkapkan masalah-masalah yang ada hubungannya dengan pengembangan Koperasi sebagai badan usaha pada waktu itu dan dengan demikian berusaha untuk memberikan jawaban p**a terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan seperti diatas.
π Koperasi sebagai Badan Usaha
Dilihat dari sejarahnya, Koperasi memang dilahirkan sebagai badan usaha dengan tujuan lugas untuk memajukan kepentingan ekonomi dari anggota-anggotanya. Latar belakang kelahirannya telah memberikan ciri khusus kepada Koperasi berbeda dengan bentuk usaha yang lain.
Koperasi sebagai bentuk seperti yang kita kenal sekarang ini dilahirkan kira-kira satu setengah abad yang lalu di Eropa Barat dalam satu sistem sosial ekonomi kapitalis liberal yang dirasakan sebagai penekanan dan penghisapan oleh yang kuat terhadap yang lemah. Oleh karena itu Koperasi selalu menampakkan wataknya yang selalu cenderung untuk membela diri, menunjukkan ciri-ciri manusiawi yang kuat dan menjunjung tinggi keadilan dan pemerataan. Dari sinilah dapat dijelaskan mengapa Koperasi diberikan pengertian sebagai organisasi yang berwatak sosial.
Karena itu tidak mengherankan kalau Koperasi yang lahir atas motivasi seperti itu akhirnya berkembang menjadi ajaran dan malahanmerupakan sistem sosial ekonomi yang merupakan alternatif bagi sistem lain yang berlaku atau berusaha menggantinya sama sekali, tergantung dari konsep politik dari negara yang bersangkutan. Dalam hubungan ini p**a, terutama setelah perang dunia ke II dikembangkan konsep idealistis koperasi, di mana kosep lugas Koperasi dilengkapi dengan fingsi-fungsi dan tujuan yang lebih dari sekedar untuk kepentingan ekonomi anggota-anggotanya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan masyarakat dan negara.
Indonesia sendiri telah memberikan gambaran untuk itu, di mana setelah masuknya koperasi di Indonesia pada akhir abad ke 19, Koperasi yang kurang berhasil digerakkan oleh pemerintah (penjajah) di desa-desa, oleh partai-partai politik (Budi Utomo,Sarikat Dagang Islam, Partai Nasional Indonesia, Persatuan Bangsa Indonesia) digerakkan untuk mencapai kemerdekaan ekonomi rakyat sebagai bagian dari perjuangan kemerdekaan nasional. Sebagai kelanjutan dari perjuangan tersebut, Koperasi akhirnya merupakan bagian dari UUD 1945 pasal 33 ayat (1) beserta penjelasannya sebgai penjelmaan dari kosep demokrasi ekonomi dalam setiap GBHD dijadikan salah satu lembaga pembangunan. Juga dalam UU No.12/1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian pasal 7 telah tergambar fungsi idealistis Koperasi sebagai berikut: "Koperasi Indonesia dalam rangka pembangunan ekonomi dan perkembangan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya berperan serta bertugas untuk:
β
1. mempersatukan, mengerahkan, membina dan mengembangkan potensi, daya kreasi, daya usaha rakyat untuk meningkatkan produksi dan mewujudkan tercapainya pendapatan yang adil dan kemakmuran yang merata
β
2. mempertinggi taraf hidup dan tingkat kecerdasan rakyat
β
3. membina kelangsungan dan perkembangan demokrasi ekonomi.
Untuk memahami lebih lanjut cir-ciri Koperasi selaku badan usaha, perlu dikemukakan pengertian Koperasi menurut UU No. 12/1967 pasal 3 sebagai berikut: : "Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang, atau badan-badan hukum Koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan." Pasal 6 UU No. 12/1967 melengkapi pengertian tersebut sebagai berikut: "Sendi-sendi dasar Koperasi Indonesia adalah:
β
1. sifat keanggotaannya sukarela dan terbuka untuk setiap warga negara Indonesia
β
2. rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi sebagai pencerminan demokrasi dalam Koperasi
β
3. pembagian sisa hasil usaha diatur menurut jasa masing-masing anggota
β
4. adanya pembatasan bunga atas modal
β
5. mengembangkan kesejahteraan anggota khusunya dan masyarakat pada umumnya
β
6. usaha dan ketata laksanaanya bersifat terbuka
β
7. swadaya, swakerta dan swasembada sebagai pencerminan dari pada prinsip dasar: "percaya pada diri sendiri"
ILO dalam konperensi tahun 1966 di Geneva telah merumuskan pengertian Koperasi sebagai berikut : "Koperasi adalah perkump**an orang-orang yang bergabung secara sukarela untuk mencapai tujuan bersama melalui pembentukan organisasi yang dikendalikan secara demokratis, memberikan sumbangan yang adil terhadap modal yang diperlukan dan merima bagian yang layak dari resiko-resiko dan kemanfaatan-kemanfaatan perusahaan di mana para anggota secara aktif ikut ambil bagian," (terjemahan bebas penulis). Kalau kita telaah lebih lanjut, maka dalam arti yang paling lugas, Koperasi adalah: "Organisasi yang dibentuk dengan tujuan utama untuk memajukan kepentingan ekonomi anggota-anggotanya dengan menggunakan usaha bersama." dari pengertian-pengertian diatas jelaslah bahwa Koperasi pada dasarnya adalah badan usaha apapun juga yang telah dianut sebagai konsep idealistisnya.
Ditinjau dari segi hukum, Koperasi mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku untuk dapat bertindak sebagai organisasi ekonomi, artinya badan uasaha. Koperasi memperoleh hak sebagai badan hukum karena ketentuan UU No. 12/1967. Dengan hak badan hukum tersebut Koperasi dapat melaksanakan segala tindakan hukum Indonesia termasuk hak pemilikan atas tanah dan bangunan-bangunan, serta melakukan usaha-usaha dalam bidang perekonomian. Meskipun koperasi dapat bergerak ke dalam segala kegiatan ekonomi, tetapi hal ini tidak berarti, bahwa suatu Koperasi dapat bergerak dalam kegiatan-kegiatan ekonomi yang terlepas sama sekali dari kepentingan-kepentingan anggota-anggotanya dan asas serta sendi-sendi dasarnya.
Sesuai dengan azas dan sendi-sendi dasarnya, organisasi Koperasi disusun dari bawah sebagai pencerminan demokrasi dalam Koperasi. Kelengkapan-kelengkapan organisasi yang ada seperti rapat anggota, badan pemeriksa, pengurus dan pelaksanaan diciptakan untuk memungkinkan Koperasi dapat berfungsi sebagai organisasi ekonomi yang modern, dinamis dan luwes tanpa kehilangan sifatnya selaku organisasi yang demokratis. Kerangka organisasi dapat diatur ukurannya sesuai dengan jenis usaha, jumlah anggota dan luas daerah kerjanya. Untuk mengembangkan dan meningkatkan potensinya, Koperasi dapat mengadakan kerjasama dengan koperasi-koperasi yang setingkat dan sejenis secara horizontal dan mengembangkan potensi tersebut melalui integrasi vertikal dan mendirikan pemusatan (disebut Koperasi Sekunder).
Pemusatan ini memungkinkan berbagai kegiatan ekonomi (dan non-ekonomi) dalam berbagai ukuran dan tingkat kerumitan diatur dalam satu sistem, satu koordinasi atau di bawah satu management, tergantung dari kesepakatan bersama yang dicapai antara Koperasi-Koperasi Primer yang menjadi anggota-anggotanya. Tingkat-tingkat organisasi dalam struktur pemusatan secara vertikal, yang masing-masing merupakan badan hukum, mengadakan pembagian pekerjaan dan tanggung jawab dalam batas-batas kebebasan tertentu, tetapi tetepa dalam satu sistem dan kordinasi menurut prinsip subsidiaritas.
Dapat dikatakan di sini bahwa struktur organisasi Koperasi sebagai badan usaha yang didasarkan pada demokrasi akan dapat memenuhi kebutuhan pemilik-pemiliknya (anggota-anggota) untuk digunakan dalam mencapai sarana-sarana yang telah ditetapkan dalam kondisi yang berbeda-beda. Efektif tidaknya fungsi organisasi pada hakekatnya sangat ditentukan oleh management Koperasi yang bersangkutan.
π Berbagai Permasalahan
Kalau konsep Koperasi selaku badan usaha sudah jelas dan dianggap (juga sudah terbukti) dapat memecahkan masalah bersama yang dihadapi oleh anggota-anggotanya, maka kita dihadapkan kembali pada pertanyaan yang telah dikemukakan dalam permulaan tulisan ini. Mengapa Koperasi di Indonesia mengalami kesulitan-kesulitan dalam perkembangannya? Secara kwantitatip sebenarnya terdapat perkembangan dalam bidang bidang tertentu yang cuckup meyakinkan.
Kalau volume usaha Koperasi pada tahun 1969 adalah Rp. 85 milyar, maka dalam tahun 1974 volume usaha naik menjadi Rp.70,2 milyar, sedangkan dalam tahun 1977 menjadi Rp. 42 milyar. Dalam kegiatan-kegiatan khususjuga terjadi perkembangan yang menarik. Pembelian padi oleh KUD KUD pada tahun 1973/1974 adalah sebesar 281.240 ton eq. beras dan pada tahun 1978/1979 sebesar 443.889 ton eq. beras dengan catatan yang tertinggi adalah dalam tahun 1975/1976 sebesar 562.307 ton.
Penyaluran pupuk dalam tahun 1974 (1973/1974 dan MT 1974) adalh sebesar 502.484 ton, pada tahun 1976 sebesar 563.741 ton pada tahun 1978 sebesar 417.006 ton dengan jumlah terbesar dalam tahun 1975 sebesar 689.005 ton. Perkreditan candak Kulakpun telah mencapai jumlah yang cukup berarti, karena dalam waktu hampir tiga tahun telah dikeluarkan kredit sebesar Rp. 6,4 milyar untuk 1.005.974 orang.
Kegiatan-kegiatan diatas mempunyai pengaruh makro ekonomis dan nasional, yang kalau terjadi gangguan-gangguan selalu menimbulkan kegoncangan-kegoncangan. Hal ini dapat difahami karena dalam pembelian-pembelian beras untuk stok nasional, Bulog memperoleh dari KUD rata-rata 50% dari seluruh pembelian dalam negeri yang mempergunakan sistem harga dasar dan dalam rangka produksi pangan sekitar 70% dari pupuk Bimas disalurkan melalui KUD.
Meskipun peranan ekonomi dari Koperasi cukup berarti, hingga mempunyai pengaruh terhadap gerak ekonomi nasional, regional dan lokal, akan tetapi penilaian terhadap Koperasi selaku badanusaha tetap negatip. Tampaknya sasaran penilaian bukan ditujukan kepada yang relatip berhasil, akan tetapi yang setengah berhasil atau kurang berhasil. Dalam hubungan ini penilaian juga lebih ditujukan kepada efek-efek koperasinya dari pada kegiatan usaha itu sendiri, di mana efek Koperasi tersebut lebih ditekankan kepada pengaruh Koperasi terhadap lingkungannya. Apakah yang dimaksud dengan efek Koperasi terhadap lingkungan tersebut? Orang selalu mengharapkan dan malahan menuntut supaya Koperasi dapat berbuat terhadap lingkungannya sebagai berikut:
βοΈ meningkatkan rasa solidaritas masyarakat
βοΈ menciptakan pemerataan kesempatan dan pendapatan
βοΈ memperkenalkan inovasi-inovasi yang mendorong kenaikan produktivitas dan kemakmuran.
βοΈ redistribusi dan pemerataan pendapatan yang menguntungkan golongan miskin dalam masyarakat yang bersangkutan.
βοΈ mengembangkan Koperasi sebagai sistem demokrasi dan dapat menggerakkan partisipasi masyarakat.
Sudah jelas bahwa harapan-harapan tersebut dipengaruhi oleh konsep idealistis Koperasi dan seringkali digunakan untuk menilai apakah fungsi Koperasi dalam rangka pembangunan dapat dilaksanakan dengan baik atau tidak. Sebenarnya efek-efek Koperasi seperti itu ada, meskipun dalam ukuran yang berbeda-beda, akan tetapi karena sifatnya yang kwalitatip dan tidak ada standar yang dugunakan untuk mengukur, maka kesimp**annya dengan sendirinya menjadi berbeda-beda p**a.
Koperasi sebagai badan usaha memang mempunyai kedudukan yang unik, karena sebagai organisasi ekonomi memiliki dan tetap memelihara watak sosialnya yang dibawa karena sejarah kelahirannya. Beberapa fihak karena didorong oleh keinginan untuk melihat Koperasi berhasil dalam bidang usaha, serta membandingkannya dengan fihak swasta, menyarankan supaya watak sosial Koperasi ditanggalkan saja. Saran ini meskipun didorong oleh itikad baik, akan tetapi digambarkan masih belum difahaminya sejarah kelahiran Koperasi dan mungkin juga karena kekeliruan menafsirkan arti watak sosial. orang secara keliru selalu mengkaitkan istilah watak sosial dengan kedermawanan yang cenderung tidak ekonomis.
Watak sosial Koperasi adalah sifat-sifat khusus Koperasi yang merupakan kepribadiannya, dimiliki karena sejarah kelahirannya yang memprotes dan menentang sistem kapitalisme-liberalisme dan merupakan sumber dari prinsip-prinsip dan pola bekerja demokratis berdasarkan keadilan sosial. Azas-azas demokratis dan keadilan sosial ini akan selalu tercermin dan diterjemahkan dalam tata kerja, management meupun kegiatan-kegiatan usaha Koperasi, bagaimanapun juga konsep kerjanya, lugas seperti halnya di Barat ataupun idealistis seperti yang dianut oleh Koperasi di negara-negara berkembang.
Oleh karena itu manggalkan watak sosial dari Koperasi adalah tidak mungkin, karena hal itu akan menghapuskan kepribadian Koperasi dan mengkhianati kelahiran Koperasi sendiri, yang berarti p**a meniadakan indentitas Koperasi yang paling pokok. Maslahnya sekarang ialah apakah watak ini tidak akan menjadi penghambat dari kemajuan Koperasi selaku badan usaha, seperti yang sudah dipertanyakan sampai sekarang ini. Seharusnya kita menggunakan kacamata lain untuk menilai keberhasilan Koperasi ini dan bukan dengan kacamata swasta seperti yang banyak dilakukan sekarang ini.
Tetapi tidaklah mudah untuk membuat penilaian situasi secara tepat, karena untuk memperoleh gambaran yang mendekati pola yang ideal perlu diperhatikan dua referensi yang sangat menentukan perkembangan Koperasi. Yang pertama adalah asas dan sendi-sendi dasar Koperasi sebagai dasar koperasi sebagai dasar bagi management dan kegiatan usaha Koperasi dan yang kedua adalah kondisi lingkungan Koperasi yang ikut menentukan apakah Koperasi dapat berkembang atas dasar asas dan sendi dasarnya atau tidak.
Management memang merupakan salah satu kelemahan banyak Koperasi dan banyak orang menilai memang management Koperasi lemah yang menghambat kemajuan Koperasi. Di sini kekeliruan dapat dibuat bilamana management Koperasi yang dikembangkan atas dasar ketentuan-ketentuan khusus yang disebut asas dan sendi-sendi dasar koperasi, diukur dengan alat pengukur berbeda, ialah management swasta yang dikembangkan atas dasar konsep "liberal". Orang menganjurkan supaya Koperasi memperbaiki managementnya kalau mau berhasil, tetapi resep yang digunakan adalah resep management liberal karena para penganjur seringkali tidak mengenal sepenuhnya apa management Koperasi itu.
Untuk menggerakkan management dan usaha, orang menganjurkan supaya Koperasi mengembangkan kewiraswastaan, yang sekarang ini banyak dibicarakan dan sangat populer. Tetapi mungkin yang kurang disadari ialah, bahwa kewiraswastaan yang dianjur-anjurkantersebut, adalah tidak sesuai dengan kebutuhan Koperasi. Kewiraswastaan yang dianut sekarang ini bersumber pada konsep ekonomi liberal yang memuja keuntungan yang sebesar-besarnya dan uang yang sebanyak-banyaknya sebagai tujuan utama dan menganggap persaingan adalah jiwa dari setiap usaha, seringkali tanpa mempersoalkan caranya dan etika. Koperasi dan Managemen Koperasi tidak memerlukan kewiraswastaan seperti itu karena semangatnya tidak sesuai. Bagi Koperasi dan management Koperasi yang diperlukan adalah Kewirakoperasian yang tujuan utamanya adalah pelayanan dan kesejahteraan bersama dan berasaskan kekeluargaan, kerjasama dan kesetiakawanan.
Dalam hal hal tertentu kewirakoperasian memiliki persamaan kewiraswastaan. Atas dasar perbedaan pandangan hidup, keduanya memang berusaha mengembangkan kwalitas pribadi pada seseorang apa yang dianggap terbaik, yang unggul. Keduanya beranggapan bahwa kewiraswastaan ataupun kewirakoperasian adalah himpunan kwalitas-kwalitas pribadi untuk mengembangkan dan memajukan usaha, berani menghadapi berbagai kesulitan dan memecahkan kesulitan tersebut, selalu percaya pada diri sendiri dan berani hidup di atas kaki sendiri, bersedia mengambil resiko-resiko dan memikul tanggung-jawab atas tindakan-tindakannya. Betapapun juga pentingnya arti persamaan-persamaan ini, akan tetapi adanya perbedaan-perbedaan yang mendasar karena perbedaan tujuan dan asas, maka tidak mungkin Koperasi akan berkembang sesuai dengan kodratnya dengan menggunakan kewiraswastaan yang dianjurkan sekarang ini. Koperasi dalam arti yang sebenarnya hanya dapat berkembang dengan kewirakoperasian.
Bersamaan dengan itu kondisi lingkungan Koperasi ikut menentukan perkembangan Koperasi p**a. Lingkungan yang tidak Ramah, yang mengganggu apalagi yang memusuhi akan sangat menghambat perkembangan Koperasi. Dalam tingkat perkembangan seperti sekarang ini, Koperasi masih terlalu lemah untuk dapat mengatasi kesulitan lingkungan dengan kekuatan sendiri. Oleh karena itulah dalam kenyataanya Pemerintah banyak membantu Koperasi. Dalam kaitanya dengan strategi pembangunan, maka Pemerintah sendiri berperan aktip dalam menumbuhkan dan mengembangkan Koperasi, yang memberikan kesan bahwaKoperasi ditumbuhkan dari atas. Malahan ada kasus-kasus di mana keterlibatan Pemerintah disementara tempat adalah sedemikian jauhnya hingga Koperasi dapat dikatakan sudah menjadi alat Pemerintah setempat. Dalam peranan aktip Pemerintah seperti sekarang ini untuk mengembangkan Koperasi, campur tangan yang terlalu jauh seringkali terjadi, dan hal itu jelas keliru dan perlu dikoreksi.
π Mengatasi Permasalahan Usaha
Sebenarnya sumber utama permasalahan dari perkembangan Koperasi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, adalah tingkat kemiskinan masyarakat yang diorganisir oleh Koperasi. Golongan inilah yang sebenarnya sangat memerlukan Koperasi, meskipun Koperasi sebagai ajaran dan sistim berlaku bagi semua golongan masyarakat. Karena dekatnya inspirasi Koperasi dengan golongan miskin ini, maka Koperasi selalu memperoleh simpati dan dukungan dari Pemerintah yang membangun dan Pemerintah yang bersnagkutan selalau bersedia untuk memanfaatkan Koperasi sebagai bagian dari pembangunan itu sendiri. adalah tidak mudah untuk mengorganisir dan menggerakkan aktivitas golongan miskin, apalagi kalau prakarsa itu tidak datang dari fihak mereka sendiri.
Meskipun Koperasi sudah puluhan tahun masuk dan tumbuh dalam masyarakat. Akan tetapi proses penyerapan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan masih lamban dan kurang spontan. Sikap masyarakat terhadap Koperasi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti yang palung berpengaruh tampaknya dalah kondisi ekonomi dan pendidikan dari kelompok masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu masuknya Koperasi ke daerah pedesaan lebih mudah melalui mereka yang kondisi ekonominya baik dan pendidikannya cukup seperti petani-petani berada, guru-guru dan sebagainya, dan baru kemudian secara lamban merembet kepada mereka yang keadaan-keadaannya di bawah itu.
Pola penyuluhan kita dalam Koperasi maupun bidang yang lain pada dasarnya didasarkan atas struktur masyarakat pedesaan seperti itu dimana mereka yang tergolong mampu dalam arti ekonomi dan sosial pada umumnya dijadikan titik -titik penghubung antara penyuluh (Pemerintah) dengan masyarakat. Atas kenyataan-kenyataan seperti di atas, maka jumlah anggota Koperasi di desa relatip berkembang lamban dan sementara orang menuduh bahwa Koperasi hanya menguntungkan mereka yang kaya dan mampu saja.
Ciri-ciri kemiskinan seperti yang dikemukakan oleh Dr. Emil Salim (M.U.I. edisi 25/1979) yang ditandai oleh tidak memilikinya faktor produksi sendiri, tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri, tingkat pendidikan yang rendah di mana golongan ini menumpuk di desa, menurut pengalaman memang merupakan hambatan yang obyektip bagi perkembangan Koperasi yang justru mempunyai missi untuk membantu dan menolong golongan miskin itu sendiri. Juga mereka yang sudah tergabung dalam Koperasi sendiri masih memerlukan pertolongan lebih lanjut dan hal itu tercermin dari kemampuan mereka untuk memupuk modal atas kekuatannya sendiri yang berjalan sangat lamban. Menurut catatan yang ada kemampuan menyimpan anggota Koperasi perorangan per tahun rata-rata adalah sebagai berikut: 1976 : Rp. 3.442, - , 1977 : Rp. 4.477, - dan 1978 : Rp. 4,690,- .
Sudah jelas Pemerintah merasa terpanggil membantu usaha Koperasi yang kedudukannya seperti itu, karena kalau tidak dibantu strategi pemerataan pembangunan sulit untuk dicapai. Tetapi bantuan Pemerintah perlu diarahkan kepada usaha-usaha Koperasi yang memiliki dasar-dasar untuk dapat berhasil, hingga akhirnya bantuan yang diberikan akan membuat Kopreasi dapat menolong dirinya sendiri. Apakah syarat minimum yang harus dimiliki oleh suatu Koperasi untuk dapat memiliki dasar-dasar berdikari dikemudian hari? Orang-orang Koperasi sepakat bahwa persyaratan minimum intern yang diperlukan adalah sebagai berikut:
β
1. Harus ada alasan yang nyata dan jelas untuk membentuk Koperasi. Usaha bersama tersebut harus didorong (motivasi) oleh kebutuhan bersama yang benar-benar dirasakan (felt need) untuk memperoleh kemanfaatan bersama atau menghimpun kekuatan untuk menghadapi lawan bersama.
β
2. Perlu ada sekelompok orang yang mempunyai kepentingan-kepentingan ekonomi bersama yang bertindak sebagai inti keanggotaan.
β
3. Mereka yang menjadi anggota Koperasi harus bersedia bekerja sama, yang berarti harus ada ikatan sosial minimal di dalam Koperasi.
β
4. Anggota-anggota harus memiliki tingkat pengetahuan tertentu untuk dapat memahami kemanfaatan Koperasi dan sendi-sendi dasar serta praktek-praktek Koperasi dan juga hak serta kewajiban mereka terhadap Koperasi.
β
5. Harus ada orang-orang yang dapat bertindak sebagai pimpinan yang bersedia dan mampu untuk menggerakkan dan mengorganisir kelompok serta mengarahkan kegiatan-kegiatannya guna mencapai sasaran-sasaran Koperasi.
β
6. Anggota-anggota harus sudah memiliki usaha yang akan lebih efektip kalau dilakukan secara bersama-sama dari pada kalau berusaha sendiri-sendiri.
β
7. Anggota-anggota harus bersedia ikut serta membentuk modal Koperasi dalam bentuk uang (yang biasanya kecil), barang atau ikut menanggung.
β
8. Jumlah anggota dan volume usaha Koperasi harus cukup besar sebagai dasar bagi penyusunan usaha Koperasi yang effisien.
β
9. Harus ada orang-orang yang mampu untuk bertindak sebagai pengurus dan melaksanakan management atau mengendalikan pelaksanaan-pelaksanaannya.
πΈ Untuk lebih efektip lagi, maka persyaratan-persyaratan minimum intern seperti itu harus dilengkapi dengan persyaratan persyaratan minimum ekstern sebagai berikut:
β
1. Harus terdapat iklim di bidang ekonomi, politik dan hukum yang sesuai bagi perkembanagan Koperasi.
β
2. Kebijaksanaan Pemerintah yang jelas dan efektip mendukung Koperasi.
β
3. Sistim infrastruktur termasuk pelayanan pendidikan dan penyuluhan, alat-alat perhubungan dan pengangkutan yang dapat melancarakan perkembangan Koperasi.
β
4. Struktur lingkungan setempat yang cukup terbuka bagi berkembanya Koperasi.
Dilihat dari persyaratan intern-nya banyak Koperasi telah memenuhi syarat minimumnya. Motivasi dan felt need untuk memebentuk Koperasi di kalangan masyarakat, termasuk yang ada di pedesaan di banyak Koperasi jelas ada dan telah dibuktikan dengan berdirinya Koperasi dibawah (bottom up) di banyak tempat. Memang ada Koperasi-koperasi yang berdirinya atas inisiatip dan disponsori oleh Pemerintah, Akan tetapi akhirnya Koperasi-koperasi yang bersangkutan berkembang secara demokratis sebagai organisasi milik rakyat sendiri, setelah diberikan penyuluhan-penyuluhan cukup intensip.
Kalau ada perbedaanan dalam kemampuan dan ukuran di antara Koperasi-Koperasi yang ada, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan potensi dan kwalitas dari daerah untuk menyediakan sumber kegiatan yang cukup besar volumenya serta personil yang terdidik dan memiliki kemampuannya untuk memimpin.
Tingkat kemiskinan tetap merupakan hambatan pembentukan modal di kalangan Koperasi-Koperasi dan banyak Koperasi hanya dapat bekerja dengan modal dari luar, meskipun terhadap banyak Koperasi yang dapat bekerja dengan modal sebagian terbesar atau seluruhnya berasal dari simpanan-simpanan anggota-anggotanya sendiri. Dari catatan yang ada, modal pinjaman Koperasi dari luar (terutama Bank-Bank) dalam tahun 1977 adalah 76% dan dalam tahun 1978 71% dari seluruh modal Koperasi.
Keterikatan terhadap satu sama lain dan terhadap Koperasinya sudah tumbuh dibanyak Koperasi dan hal itu tampak pada terlaksananya pertemuan-pertemuan kelompok dan rapat-rapat anggota yang mencerminkan kegotong royongan yang masih hidup dalam masyarakat. Meskipun mengalami kesulitan, tetapi masih dapat diperoleh orang-orang yang dapat menjadi penggerak-penggerak Koperasi dan mampu bertindak sebagai pengurus Koperasi menurut kondisi lingkungan yang bersangkutan. Juga pendidikan yang merupakan salah satu syarat minimum bagi keberhasilan Koperasi, tidak terlalu buruk diukur dengan kondisi setempat.
Ditinjau dari persyaratan ekstern-nya khususnya yang menyangkut kebijaksanaan Pemerintah maka keadaannya sudah cukup baik dan mungkin akan terus membaik. Akan tetapi dalam pelaksanaannya di tingkat lebih bawah masih belum selalu serasi dengan maksud dan tujuan dari kebijaksanaan pokok yang ada, hingga dirasakan sebagai hambatan-hambatan ekstern oleh Koperasi-Koperasi sendiri. Kebijaksanaan Pemerintah seperti tertuang dalam: Inpres No. 2/1978 tentang BUUD/KUD, kebijaksanaan perpajakan dan perkreditan akhir-akhir ini, pengadaan pangan, penyaluran pupuk dan sebagainya, memang sangat membantu, akan tetapi penjabarannya pada tingkat bawah seringkali masih berbeda-beda, hingga pelaksanaannya di daerah yang satu dan yang laindapat berbeda-beda p**a.
Akibatnya orang-orang Koperasi masih harus mengadakan banyak argumentasi dengan unit-unit pemberi pelayanan yang seharusnya melaksanakan kebijaksanaan yang sudah ditetapkan sebelum dapat memperoleh bantuan yang diperlukan (dan tidak jarang malahan gagal sama sekali), dengan akibat pemborosan tenaga, waktu dan biaya yang tidak sedikit.
Hal-hal tersebut yang menjadi salah satu sebab dari berkurangnya efisiensi Koperasi dan untuk mengatasinya Koperasi terpaksa harus melaksanakan apa yang disebut orang sebagai "environmental management" atau "memanage lingkungan" supaya dapat mengatasi hambatan-hambatan dari lingkungannya. Seringkali environmental management ini terpaksa menggunakan cara-cara yang kurang wajar yang dapat mengundang "Opstib", yang untuk jangka panjangnya sangat merugikan sistem management Koperasi. Akibat dari kondisi seperti itu, maka sebagaian besar dari waktu pengurus dihabiskan untuk memanage lingkungan ini dan membuat management intern menjadi terlantar. Kesan yang diperoleh ialah bahwa keberhasilan management lingkungan justru akan menjamin survival Koperasi.
Banyak Koprasi terhambat perkembangannya, di satu fihak oleh kondisi lingkungan fisik yang kurang menguntungkan seperti tidak ada jalan penghubung yang baik dengan pasaran maupun dengan tempat tinggal anggota dan kurangnya alat-alat komunikasi dan di lain fihak Koperasi tidak memiliki peralatan cukup (karena modal yang tidak cukup) untuk menyediakan alat-alat perlengkapan guna melayani kepentingan anggota seperti alat pengangkutan, gedung-gedung di lingkungan tempat tinggal anggota dan sebagainya. Meskipun peralatan-peralatan yang diperlukan dapat dipecahkan melalui penyediaan kredit investasi, akan tetapi masalahnya apakah jaringan prasarana komunikasi dan pemasaran sudah dapat dibangun oleh Pemerintah atau tidak.
Pendidikan dan latihan dalam berbagai bidang perkoperasian, usaha dan management sebagai prasarana bagi keberhasilan Koperasi, telah memperoleh perhatian yang cukup besar dan sebagian terbesar dari anggaran belanja pembangunan Direktorat Jendral Koperasi memang digunakan untuk program pendidikan (secara murni maupun dikaitkan dengan program yang lain), ditambah lagi dengan biaya-biaya pendidikan oleh Pemerintah daerah maupun Koperasi-koperasi sendiri. Juga perkembangan sektor pendidikan umum sangat berpengaruh terhadap kemajuan kwalitatip Koperasi, karena meningkatnya jumlah anggota, pengurus dan pelaksana koperasi yang memperoleh pendidikan umum yang makin baik.
Secara umum dapat dikatakan, bahwa keberhasilan pembangunan yang sekarang ini, melalui pembangunan prasarana seperti penataan kembali pemilikan tanah (landreform), irigasi, transmigrasi, proyek-proyek Inpres desa, pemberantasan buta aksara, pembukaan kesempatan kerja dan sebagainya, akan mempunyai pengaruh yang positif terhadap perkembangan Koperasi. Disamping itu perlu diperbaiki prasarana yang sudah ada seperti organisasi pemasaran antara lain seperti yang diciptakan melalui harga dasar pada padi dan cengkeh, penyaluran pupuk bimas, Keppres No. 14/1979 untuk membantu golongan ekonomi lemah, memperbaiki sistim komunikasi dan transportasi, mengintensipkan sistim penyuluhan, pendidikan dan penataran, perbaikan kebiijaksanaan perkreditan, dan tidak kalah pentingnya tersedianya dana-dana untuk mendukung kegiatan selektip Koperasi seperti kredit candak kulak, membantu peralatan-peralatn tertentu dari Koperasi seperti gudang, lantai penjemuran, pendidikan dan sebagainya.
Orang luar selalu menunjuk kepada kelemahan struktur yang dianggap ada pada Koperasi seperti :
β
1. Koperasi dapat dibentuk tanpa modal permulaan dengan jumlah yang pasti
β
2. Keanggotaan terbuka dan selalu berubah-ubah, di mana simpanan-simpanan berjumlah kecil dan dikembalikan kalau anggota keluar.
β
3. Keputusan-keputusan diserahkan kepada para anggota atas dasar satu anggota satu suara, lepas dari besar kecilnya simpanan anggota pada Koperasi.
Hal ini dianggap tidak menjamin efisiensi Koperasi.
Sebenarnya orang-orang Koperasi sadar akan adanya kelemahan-kelemahan seperti itu, akan tetapi hal itu memang merupakan sendi-sendi yang memungkinkan Koperasi dapat dijangkau oleh masyarakat khususnya golongan ekonomi lemah, serta dapat berfungsi secara demokratis. Meskipun demikian selalu diusahakan secara untuk mengatasi hal-hal diatas dengan :
βοΈ 1. Menyusun berbagai bentuk simpanan secara khusus untuk membiayai proyek tentu seperti yang terjadi pada pembangunan pabrik mori Koperasi Batik, sisa hasil usaha hanya dibagikan secara administratip sedangkan menurut kenyataannya uang yang bersangkutan disimpan kembali untuk permodalan menyusun cadangan yang kuat, dan sebagainya.
βοΈ 2. Keanggotaan yang terbuka, adalah masalah prinsipil bagi Koperasi, karena sifat keanggotaan seperti itu menunjukkan bahwa kepentingan anggotalah yang diutamakan dan tujuan Koperasi memang harus sama dengan tujuan anggota. Oleh karena itu dlam rapat anggota, anggota-anggota menyatakan apa yang dikehendaki dari Koperasinya dan Koperasi secara tertib melaksanakan kehendak tersebut.
βοΈ 3. Pengambilan keputusan secara demokratis tidak sekali berarti tidak efisien. dalam prakteknya rapat-rapat anggota hanya mengambil keputusan tentang masalah-masalah pokok seperti perubahan anggaran dasar, pemilihan pengurus dan badan pemeriksa, pengesyahan anggaran belanja, sedangkan soal-soal yang operasional diserahkan kepada pengurus dan pelaksana-pelaksana.
********************
βοΈ 1). Sebagai konsep pembaharuan dan alternatip, Koperasi akan selalu mendapat tantangan, perlawanan dan saingan dari fihak yang merasa terkena, meskipun kemungkinan kerjasama selalu ada.
βοΈ 2). Koperasi konsumsi yang pertama lahir di Rochdale (Inggris) pada tahun 1844 didirikan oleh 28 buruh tekstil sebagai protes dan usaha bela diri terhadap praktek-praktek pemerasan yang dilakukan oleh toko-toko pada waktu itu terhadap para konsumen dan akhirnya berkembang sebagai gerakan dunia. Koperasi Kredit Pertanian dilahirkan di kota kecil Nuewied (Jerman bagian barat) pada tahun 1848 atas dorongan pendeta F. W. Raiffeisen.
βοΈ 3). Dalam konsep ini termasuk: konsep marxis, konsep reformis sosial, konsep commonwealth dan sebagainya.
βοΈ 4). De Wolff van Westerrode Asisten Residen Purwokerto pada tahun 1896 memperkenalkan Koperasi Kredit Pertanian model Raiffeisen di Jawa, tetapi tidak dapat berhasil dan yang tumbuh justru bank desa dan lumbung desa milik Pemerintah.
βοΈ 5). Prinsip subsidiaritas menggariskan bahwa kegiatan-kegiatan yang paling cocok dan secara teknis dan ekonomis dapat dilaksanakan oleh organisasi tingkat bawahan secara efektip dan effisien sebaiknya dilaksanakan oleh organisasi yang bersangkutan dan yang kurang sesuaidan tidak efektip dan effisien sebaiknya dilakukan oleh organisasi atasan.
βοΈ 6). Angka-angka Direktorat Jendral Koperasi.
βοΈ 7). Karena kepentingan yang berbeda-beda kemungkinan standar untuk mengukur seperti itu sulit untuk diadakan.
βοΈ 8). Sementara fihak berpendapat bahwa kondisi ekonomi yang ada sekarang ini kurang mendorong perkembangan Koperasi.
βοΈ 9). Undang-undang tentang Koperasi di Indonesia untuk pertama kali diadakan dalam tahun 1927 guna menampung perkembangan. Koperasi yang sudah ada sebelumnya.
βοΈ 10). Dalam survey terhadap 23 KUD di 6 Kabupaten Jawa Tengah dalam tahun 1977 oleh salah satu Universitas, dicatat bahwa pendidikan pengurus sebagaian terbesar adalah SLP. Ketua: 44,45 - 46,67%, Sekretaris 22,22 - 53,33%, Bendahara 20 - 55,56%, Sekretaris yang pernah duduk di Perguruan Tinggi 11,11 - 20% dan bendahara 13,33%. Sebagian terbesar anggota berpendidikan S. D. sedangkan _+ 60% dari pegawai tetap, berpendidikan di atas SLTP.
βοΈ 11). Menurut UU No. 12/1967 Pasal 34, sisa hasil usaha Koperasi yang berasal dari fihak ketiga, termasuk bukan anggota tidak boleh dibagikan kepada anggota. Dalam prakteknya sisa hasil usaha seperti itu sebagian terbesar digunakan untuk cadangan.
π Ref: Koperasi Masalah Pengembangan Dan Pembinaannya; Bagian publikasi management Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1985
Semoga bermanfa'at πΉ
π‘ NUSANTARA UTAMA
β
Cooperative Economic Organizer
π² Https://Wa.me/6281233803145