25/10/2020
Kisah Nabi Musa dan Orang Fasik yang Diangkat Menjadi Wali Allah
Disebutkan dalam kitab Al-‘Ushfuriyah, bahwa ada seorang fasik (orang yang s**a melakukan maksiat) meninggal dunia dan masyarakat di sekitarnya tidak mau memandikan dan menguburkan jenazahnya karena ulah buruk yang sering dia lakukan. Mereka pun menyeret kakinya dan membuangnya ke tempat penampungan sampah.
Kemudian Allah memberikan wahyu kepada Nabi Musa, “Wahai Musa, pada suatu perkampungan ada seseorang yang meninggal dunia dan dibuang di tempat penampungan sampah. Orang itu adalah salah satu dari wali-Ku (kekasih-Ku). Tetapi masyarakat di sekitarnya tidak mau memandikan, mengafani, dan menguburnya. Maka pergilah kamu, kemudian mandikan, kafani dan sholatilah jenazahnya, dan setelah itu kuburkan.”
Kemudian Nabi Musa pun segera pergi mencari dan menemui masyarakat perkampungan tersebut. Beliau bertanya kepada masyarakat kampung tersebut tentang mayat seorang laki-laki yang dibuang di tempat penampungan sampah. Mereka berkata kepada Nabi Musa, “Telah meninggal dunia seorang dengan sifat yang buruk. Dia adalah orang yang terang-terangan dalam melakukan kemaksiatan.”
Nabi Musa bertanya, “Di mana tempatnya? Karena sesungguhnya Allah telah memberikan wahyu kepadaku tentang orang tersebut.”
Masyarakat kampung pun segera mengantarkan Nabi Musa ke tempat di mana jenazah orang tersebut dibuang. Setelah sampai pada tempat penampungan sampah tersebut, Nabi Musa melihat jenazah seseorang yang dibuang di sana. Masyarakat kampung tersebut mengatakan kepada beliau tentang keburukan prilaku orang itu. Kemudian Nabi Musa bermunajat kepada Allah, “Wahai Tuhanku, Engkau telah memerintah kepadaku untuk menyolati dan menguburnya, tetapi para penduduk telah memberi kesaksian buruk terhadapnya. Maka Engkau lebih mengetahui dari pada mereka atas kebaikan dan keburukannya.”
Kemudian Allah memberikan wahyu kepada Nabi Musa, “Wahai Musa, benar apa yang telah diceritakan masyarakat atas keburukan prilakunya. Tetapi dia telah memohon pertolongan kepada-Ku dengan tiga perkara saat menjelang kematiannya. Jikalau semua para pendosa meminta kepadaku dengan tiga perkara tersebut, niscaya Aku akan memberikannya, sedangkan dia hanya meminta seorang diri. Dan Aku adalah Zat yang lebih pengasih dari semua orang yang pengasih.”
Nabi Musa pun bertanya, “Wahai Tuhanku, apa tiga perkara tersebut.”
Allah pun berkata, “Ketika telah dekat waktu kematiannya, dia berdoa, ‘Wahai Tuhanku, Engkau mengetahui tentangku. Sungguh aku telah melakukan maksiat, sedangkan di dalam hatiku membenci melakukannya. Tetapi telah menyatu tiga perkara sehingga aku melakukan maksiat sedangkan hatiku membencinya, yaitu hawa nafsu, teman yang buruk, dan iblis. Dan tiga perkara ini yang menjadikan aku senang melakukan maksiat. Wahai Tuhanku, sesungguhnya Engkau mengetahui tentangku atas apa yang telah aku ucapkan, maka ampunilah aku.’”
Kedua, dia berdoa, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya Engkau mengetahui aku melakukan maksiat dan tempatku bersama orang-orang fasik. Tetapi aku senang bergaul dengan orang-orang yang shaleh, dan tempatku bersama orang-orang shaleh lebih aku s**ai daripada bersama orang-orang fasik.”
Ketiga dia berdoa, “Wahai Tuhanku, Engkau mengetahui bahwa aku lebih s**a bersama dengan orang-orang yang shaleh daripada bersama orang-orang yang fasik, sehingga jika aku bertemu dengan dua orang, seorang yang sholeh dan seorang lagi pembual, maka aku akan mendahulukan kepentingan seorang yang shaleh daripada seorang pembual.
Wahai tuhanku, jika Engkau memaafkan dan mengampuni dosa-dosaku, maka para kekasih dan para nabi-Mu akan turut senang, sedangkan setan musuhku dan mush-Mu akan bersedih karenanya. Tetapi jika engkau menyiksaku, maka setan beserta kawan-kawannya akan turut senang, sedangkan para nabi dan kekasih-Mu akan bersedih.
Sesungguhnya aku mengetahui bahwa kegembiraan para kekasih-Mu lebih Engkau cintai daripada kegembiraan setan dan kawan-kawannya, maka ampunilah aku. Ya Allah, sesungguhnya engkau mengetahui atas apa yang telah aku ucapkan, maka ampunilah aku dan kasihanilah aku.”
Allah kemudian berkata kepada Nabi Musa, “Kemudian Aku mengasihani dan mengampuninya karena sesungguhnya Aku adalah Zat yang penyayang dan pengasih bagi orang yang mengakui dosa-dosanya dihadapan-Ku. Dan orang ini telah mengakui dosanya, maka aku mengampuni dan mengasihaninya.”
Allah berkata lagi, “Wahai Musa, lakukan apa yang telah aku perintahkan karena sesungguhnya demi menghormatinya, aku mengampuni orang yang mau menyolati dan mengubur jenazahnya.”
Kemudian Nabi Musa bersama masyarakat kampung memandikan, mengafani dan menyolati serta mengubur jenazah orang tersebut, dengan harapan mereka semua akan mendapat ampunan dari Allah, Tuhan semesta alam.